Tanganku yang Kecil Ini, Ingin Memeluknya yang Sebesar Dunia
Awal mula tersusunnya frasa "Tanganku yang kecil ini, ingin memeluknya yang sebesar dunia," aku tak tahu apa makna yang mendasar di dalamnya. Yang ku tahu susunannya apik, seolah menggambarkan aku yang kecil mungil ini, sedang mencintai seseorang yang lebih tinggi dan lebih besar dariku. Namun aku tak menyangka, kalau ternyata seberat ini artinya.
Hari ini aku menyadari bahwa bukan hanya manusianya yang harus ku cintai, ada sibuk, rindu, sendu, jarak, slow respon, pesan yang ku kirim tidak terbalas, mengemis, merayu, berbahagia, tertawa, kupu-kupu dalam perut, khawatir yang ternyata juga harus ku peluk serta. Dan dari banyaknya hal yang ku sebut di atas, hal yang membahagiakan hanya sedikit, kan? Sisanya tetap membahagiakan, meskipun tanganku kebas memeluk seluruhnya.
Sempat kukatakan padanya bahwa, "aku sedang menyemogakan banyak hal, salah satunya semoga tubuhku, tubuhnya, hatiku, hatinya baik-baik selalu." Ku sebut 'ku' pada urutan pertama karena aku takut tubuhku serta hatiku lelah memeluk dan mencintainya. Ku sebut 'nya' pada urutan kedua, karena aku takut tubuhnya akan sesak oleh pelukku, dan hatinya bosan ku bombardir dengan cinta besarku.
Jarak yang terbentang di antara kami berdua sebenarnya bukan jarak yang dipertebal lautan dan rawa, hanya terpisah beberapa gunung dan mesti mampir di beberapa stasiun saja. Mudah untukku atau untuknya riwa-riwi kesini atau kesana. Tapi untuk memudahkan kami berdua --memudahkan aku lebih tepatnya-- aku memilih untuk menabung, sembari menyelesaikan tugas akhirku terlebih dahulu. Ketika sudah terkumpul nanti --uang dan rindunya-- jarak yang tebal itu, akan kupertipis, segera.
Rinduku semakin hari semakin membesar, padahal tak sejenispun pupuk ku taburkan diantaranya. Rinduku menjadi sendu kala ku sadari bahwa aku harus mencintai buntut di belakang namanya pula. Pernah satu hari pesanku tak terbalas dari pagi hingga petangnya. Tapi aku tak pergi, seluruhnya kunikmati, kusimpan pada ruang besar di sebelah hatiku berjudul rindu.
Senyum manisnya itu, terpaksa kunikmati hanya melalui tangkapan layar yang ku ambil saat kami berbincang di panggilan video. Tingkah tengilnya, celetukan lucunya, terpaksa masuk dalam jeruji besi bernama memori yang entah kapan bisa ku peluk lagi. Dan peluk hangat singkatnya itu, entah kapan akan kembali meredam riuh kepalaku kembali.
Diantara jarak yang tebal dan rindu yang besar, tangan kecilku ini masih ingin memeluknya yang sebesar dunia.
Komentar
Posting Komentar