Manusia yang Tak Pernah Dipeluk Sayang
Katanya, perlakuan paling
manis dari seorang manusia kepada manusia lainnya adalah dipeluk dan dipuk-puk.
Katanya, rasanya sangat hangat, betulkah seperti itu? Dipeluk siapakah itu? Peluk
yang datang padaku kemarin tak sehangat itu kurasa, atau apakah karena aku yang
menghampirinya sehingga ia tak sehangat peluk yang dirasakan manusia lain? Beritahu
aku, kemana aku harus berlari untuk mendapat peluk sehangat yang didapatkan oleh
manusia lain.
Selama
ini, tubuhku tak pernah mendapatkan sebuah kasih yang hangat, sehangat manusia
lain yang hidup di luar sana. Aku lahir dari keluarga yang nyaris tak pernah
mengungkapkan rasa sayang, bahkan sekecil bentuk kata “aku mencintaimu.” Selama
ini, yang kudapati hanyalah suara-suara berisik yang mengganggu telingaku. Ingin
rasanya kusumpal dua telingaku dengan kapas beribu lapis, tapi ternyata suara
itu terlalu kuat, ia berhasil menembus lapisan kapas dan lapisan hatiku. Rasanya
sakit, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa selain meyakinkan diriku bahwa semua
akan baik-baik saja.
Kata
mereka, setiap orang berhak atas rasa bahagia di hatinya. Jika iya, dimana? kapan?
bagaimana dan berapa harganya? Yang seringkali kurasakan hanya ketika hari ini
aku terlalu bahagia, maka esok aku akan menangis hingga tersedu-sedu sebab satu
hal yang menyakitkan. Apakah memang seperti itu cara kerja bahagia? Mengapa?
Aku
ingin sesekali merasakan bahagia yang tak terkira seperti manusia-manusia di luar
sana, tapi kata Ibu, “bahagia tak terkira yang datang pada manusia-manusia yang
kamu saksikan di luar sana itu ada tagihan yang harus dibayarkan setelah atau
sebelumnya, Nduk, tidak semerta-merta datang begitu saja. Ada sakit, gelisah,
risau, pilu, tangis yang harus dibayarkan sehingga mereka bisa sampai di titik
bahagia itu.”
Ah!
Aku ingat, aku pernah menemui peluk hangat seperti yang dirasakan oleh
manusia-manusia itu, kurasa pernah kutemui sekali, atau dua kali mungkin. Satu minggu,
dua minggu, satu bulan, empat bulan, hingga akhirnya ia menjadi dingin kemudian
menghilang. Aku tak mencarinya hari itu, dalam anganku ia akan datang dan hangat
kembali. Nyatanya, hingga kini aku masih dingin dan menjadi bagian perkumpulan
manusia yang sedang dipeluk malang.
Tulisan ini kupersembahkan untuk aku, kamu, kita, kalian, dan mereka yang sedang dipeluk malang. Aku tak tau ini benar atau tidak, tetapi lagi-lagi kata mereka, akan ada pelangi setelah badai kencang. Aku juga tak mengerti kapan badai ini akan usai, tapi pasti selesai kan? Selama badai-badai ini masih berputar kencang, bolehkah jika peluk pada diri sendiri semakin dikuatkan?
Untuk aku, kamu, kita, kalian dan mereka yang tak pernah dipeluk sayang. Terima kasih sebab selalu berusaha menghangatkan diri sendiri, bahkan orang lain. Terima kasih sebab tak pernah menyerah melawan dingin, terima kasih untuk cinta pada diri sendiri dan pada manusia lain. Terima kasih sudah bertahan.
🦋🤍
BalasHapus