Saking Takutnya Kehilangan, Aku Memilih Melepaskan.
Jika suatu hari nanti kalian menemukan tulisan ini, tolong jangan bertanya bagaimana keadaanku. Cukup temani aku dan jangan meninggalkanku sendirian.
Peringatan: tulisan ini mengandung majas hiperbola yang mungkin membuat kalian mual membacanya, namun meski begitu apa yang tertulis kali ini jujur dari dalam hati.
Seperti yang selalu kukatakan pada tulisan-tulisan sebelumnya, aku adalah anak perempuan yang tangki cintanya tak pernah terisi penuh. Aku pergi kesana kemari mencari cinta lain untuk menghangatkan diri. Hingga aku menemukannya, lelaki bertutur halus dengan dekap hangat dari kedua tangannya.
Aku tak tau apa resep tambahan Tuhan saat menciptakannya, pria ini manis tapi tak mematikan. Cara berbicaranya tak pernah kujumpai dalam sosok pria lain, pun cara ia memainkan senyumnya. Tuhan, ciptaanmu yang satu ini sungguh indah sekali. Saking indahnya, aku yang dulunya makhluk (nyaris) individual menjadi makhluk sosial karenanya. Saking manisnya, manusia bergelar anak pertama dengan gengsi setinggi cita-cita Ibunda berubah menjadi manusia centil tak peduli suasana.
Padanya, aku tak segan mengatakan bahwa ia tampan dengan potongan rambut barunya. Padanya, aku tak segan mengucapkan ribuan kalimat rayuan yang ku temukan di salah satu laman sosial media. Padanya, aku tak malu mengatakan bahwa aku membutuhkan suaranya untuk mendapatkan tenang dan nyaman.
Kemarin aku berkata padanya jika aku membutuhkannya, tapi sayangnya aku tak bisa menahannya terlalu lama. Aku takut, mungkin sakitku akan sembuh saat aku bersamanya, tapi aku tak tau sebesar apa luka yang akan ia terima jika ia membersamaiku dalam waktu yang cukup lama. Perempuan pesakitan sepertiku, harusnya punya malu untuk meminta lelaki waras sepertinya.
Kataku, “temani aku sebentar, ya. Aku takut gila jika tiba-tiba kau hilang begitu saja.” Katanya, “iya.” Aku tau, di detik itu aku menambah daftar beban yang ada di pundaknya. Aku pun tau, hari itu telah mengikis tebalnya hangat di antara kami berdua. Namun lagi-lagi aku berterima kasih pada Tuhan, terima kasih sebab membuatnya bertahan.
3 hari lalu, aku mulai mencoba tidur tanpa suara dan rupa tampannya dari layar telepon pintarku. Dan sejak 3 hari lalu juga aku gagal tertidur bahkan hanya sekedar memejamkan mata. Hingga di pagi harinya, ia mengirimkan gambar sekali lihat berisi dirinya yang sedang berada di salah satu tempat wisata. Dan ajaibnya, 15 menit setelahnya aku tertidur dengan tenang, nyaman, dan senang. Aku tak tau hal ini patut disyukuri atau disesali, tapi satu hal yang kuyakini, jika terus-terusan begini bisa saja aku mati.
Aku memilih untuk melepas, harapku ia akan terbebas dari segala apa yang menjadi bebannya, seperti aku. Aku ingin berkata padanya ribuan maaf dan terima kasih, untuk seluruh waktunya, pedulinya, tenaganya, dan apapun yang diberikannya padaku. Terima kasih sebab tak pernah meninggalkanku di sela sibuknya yang sama sekali tak bisa kubantu. Pun aku ingin berkata bahwa, dari sekian banyaknya manusia, aku sangat bersyukur dipertemukan dengannya.
Komentar
Posting Komentar